Cornelis: Dayak Harus Bergerak Rebut SDA dan Kehormatan di Borneo

Cornelis: Dayak Harus Bergerak Rebut SDA dan Kehormatan di Borneo
Dr. (H.C.) Drs. Cornelis, M.H.: diam itu mati. Dokpri.

🌍 LANDAK POST | JAKARTA: “Diam itu mati!” Seruan keras ini disampaikan Dr. (H.C.) Drs. Cornelis, M.H., tokoh senior Dayak yang juga anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan.

Hal itu disampaikannya jelang Musyawarah Nasional II Ikatan Cendekiawan Dayak Nasional (ICDN) yang direncanakan diadakan di Pontianak, Senin (19/5/2025). 

Identitas Dayak, SDA Borneo, dan Kehormatan

Dalam orasi ilmiah yang akan disampaikannya, Cornelis berniat membakar semangat ratusan cendekiawan Dayak dari seluruh Indonesia. Dirinya diminta khusus Panitia untuk mengangkat tema krusial: “Politik Identitas Suku Bangsa Dayak dan Penguasaan atas Sumber Daya Alam (SDA) Borneo: Kehormatan bagi yang Berhak.”

Baca Cornelis Bersuara Lirih, Bekerja Nyata di Senayan

Cornelis secara gamblang memaparkan fakta bahwa tanah dan hutan Kalimantan, yang sejak dahulu menjadi ruang hidup orang Dayak, kini dikuasai oleh korporasi besar dan pihak luar. 

Dalam diam, masyarakat adat terusir dari tanahnya sendiri. Kekayaan alam yang seharusnya menjadi sumber kesejahteraan justru mengalir keluar, sementara masyarakat lokal tertinggal dalam kemiskinan dan keterpinggiran.

“Kita bukan penjajah di tanah sendiri. Kita adalah tuan! Tapi jika kita diam, maka tanah ini akan benar-benar hilang dari genggaman. Diam itu mati!” tegas Cornelis di tengah tepuk tangan peserta Munas.

Ia menyoroti bahwa ketimpangan sosial-ekonomi di Kalimantan adalah akibat langsung dari kegagalan negara dalam melindungi masyarakat adat. 

Baca Bupati Landak Masa ke Masa: Cermin Kemandirian Kepemimpinan Lokal

Dalam konteks ini, politik identitas Dayak tidak boleh dimaknai sebatas simbol budaya, tetapi harus menjadi alat perlawanan terhadap sistem yang memarjinalkan.

Tiga medan perjuangan utama suku Dayak

Cornelis menggambarkan tiga medan perjuangan utama suku Dayak saat ini:

  1. Rekonstruksi Identitas Budaya Dayak – dari narasi kolonial yang meminggirkan sebagai ‘primitif’, kini Dayak harus menegaskan identitas sebagai bangsa yang modern, berbudaya, dan setara.

  2. Politik Penguasaan SDA – masyarakat Dayak harus menuntut kembali hak atas tanah ulayat dan hutan adat, melawan perampasan oleh korporasi dengan dukungan politik yang kuat.

  3. Kehormatan bagi yang Berhak – kehormatan tidak datang dari belas kasihan, melainkan dari pengakuan hak dan penguasaan atas tanah dan sumber daya yang diwariskan leluhur.

Tantangan dan peran Cendekiawan Dayak

Dalam forum tersebut, menurut Cornelis, ia juga diminta Panitia menyoroti peran strategis Ikatan Cendekiawan Dayak Nasional (ICDN) sebagai kekuatan intelektual Dayak. Menurutnya, ICDN harus menjadi tulang punggung dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) Dayak yang unggul, militan, dan berani memperjuangkan kepentingan masyarakat di tengah arus politik nasional.

Baca Erani: 23 Tahun Mengabdi, Kini Wakil Bupati Terpilih Landak

“ICDN jangan hanya jadi organisasi elitis. Kita harus turun, mendidik, menyadarkan, dan memimpin pergerakan. Tidak cukup hanya pintar, kita juga harus berani!” ujarnya penuh tekanan.

Cornelis mengingatkan bahwa perjuangan Dayak bukan sekadar nostalgia masa lalu, tetapi perebutan masa depan. Menurutnya, kehormatan dan kedaulatan tidak akan datang dengan menunggu, tapi harus direbut.

“Saatnya Dayak bangkit. Kembali menjadi tuan rumah di tanah sendiri. Jika bukan kita yang bergerak, siapa lagi?” gelitiknya.

-- Rangkaya Bada 

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url