Krisantus, Wagub Kalbar, Geram pada Perusahaan di Kalbar : “Nyari Uang di Sini, Kontribusi Nol”
Krisantus Kurniawan, Wakil Gubernur Kalimantan Barat, geram pada perusahaan di Kalbar yang tak punya kepedulian sosial dan keadian. Capture dari video JAK. |
🌍 LANDAK POST | LANDAK: Krisantus Kurniawan, Wakil Gubernur Kalimantan Barat, Kmenyuarakan keadilan bagi masyarakat Kalimantan Barat. Sosok yang dijuluki "titisan Cornelis" menumpahkan kegeramannya terhadap perusahaan-perusahaan yang beroperasi di wilayah Kalbar namun dinilai tidak memberikan kontribusi berarti bagi pembangunan daerah.
Kritik tajam dilontarkan Krisantus saat membuka Pekan Gawai Dayak di Pontianak, 20 Mei 2025. Dalam sambutan yang bernada keras itu, ia menyinggung secara langsung berbagai bentuk eksploitasi terhadap masyarakat Dayak yang terus berlangsung dari masa ke masa.
Kritik ke perusahaan di Kalbar dengan dasar
Ucapan Krisantus menimbulkan sorotan karena dinilai memiliki kaitan erat dengan topik makalah duet keynote speaker pada Munas II Ikatan Cendekiawan Dayak Nasional (ICDN) sehari sebelumnya, yang dibawakan Dr. (H.C.) Cornelis dan Masri Sareb Putra, M.A. bertajuk “Eksploitasi Dayak Masa ke Masa: Asal Usul yang Dihapus, Kolonialisme yang Menghisap, dan Orde Baru yang Membajak Borneo demi Kepentingan Jawa.”
Baca Menjaga Warisan dalam Keberagaman Alam dan Budaya Binua Landak
Kritik Krisantus bukan tanpa dasar. Dalam orasinya, ia menekankan bagaimana sejarah masyarakat Dayak seringkali dipinggirkan, dihapus dari narasi besar bangsa, dan digantikan dengan kepentingan luar yang tidak berpihak kepada masyarakat adat.
“Kita dijadikan objek pembangunan, tapi tidak pernah sungguh-sungguh dilibatkan. Bahkan tanah kita dirampas, hutan dijarah, dan budaya kita dilabeli sebagai eksotik, bukan sebagai pengetahuan,” ujar Krisantus di hadapan para tokoh adat dan tamu undangan yang memadati rumah Radakng.
Sambutan Krisantus menjadi semakin relevan karena ia diketahui hadir dan mengikuti secara saksama Munas II ICDN yang berlangsung sehari sebelumnya di Hotel Mercure, Pontianak.
Dalam forum ilmiah tersebut, makalah para keynote speaker memaparkan benang merah panjang eksploitasi atas tanah dan identitas Dayak, mulai dari masa kolonial, Orde Baru, hingga era pascareformasi yang ditandai oleh ekspansi perkebunan kelapa sawit, tambang, dan megaproyek infrastruktur. Krisantus menyerap dan kemudian memantulkannya kembali dalam forum budaya yang lebih luas.
Kehadiran Krisantus dalam dua forum penting ini menunjukkan keterlibatan aktifnya dalam gerakan kebudayaan sekaligus advokasi kebijakan untuk masyarakat Dayak. Ia tidak hanya menjadi pejabat yang hadir secara seremonial, tetapi turut membangun narasi dan memperkuat kesadaran kolektif masyarakat adat terhadap sejarah penindasan yang panjang.
Kritiknya bukan sekadar reaksi, tetapi bagian dari upaya menggugah memori, menyatukan sikap, dan menyerukan perlawanan intelektual atas segala bentuk eksploitasi yang masih berlangsung hingga kini.
“Nyari makan dan uang di sini. Tapi kontribusinya nol!” ujar Krisantus, yang disambut tepuk tangan dari peserta yang hadir.
Menurut catatan yang dimilikinya, saat ini terdapat tidak kurang dari 400 perusahaan yang beroperasi di Kalimantan Barat. Banyak di antaranya bergerak di sektor sumber daya alam seperti perkebunan kelapa sawit, tambang, dan kehutanan.
“Banyak perusahaan ini justru sering menimbulkan masalah dan konflik dengan masyarakat. Mereka mengeruk kekayaan alam kita, tapi tak pernah sungguh-sungguh berkontribusi,” kata dia.
Minim Kontribusi, Padahal Raup Keuntungan Triliunan
Dalam pidatonya, Krisantus menyayangkan minimnya partisipasi perusahaan dalam kegiatan sosial dan budaya masyarakat lokal. Sebagai contoh, saat panitia Pekan Gawai Dayak diminta menjelaskan kontribusi perusahaan untuk acara tersebut, jawabannya membuat geram.
“Saya tanya ke panitia, berapa perusahaan-perusahaan itu menyumbang? Kata panitia, hanya satu juta rupiah. Masa’ dapat cuan triliunan di Kalbar, tetapi sumbangannya tak ada?” ujarnya dengan nada tinggi.
Menurut Krisantus, angka itu mencerminkan rendahnya kepedulian dunia usaha terhadap kegiatan masyarakat dan budaya lokal. Padahal, perusahaan-perusahaan tersebut selama ini menikmati keuntungan besar dari tanah dan sumber daya Kalimantan Barat.
Baca Landak: Mayoritas Kristen, IPM Sedang, dan Identitas Dayak yang Kuat
Wajib Buka Rekening di Kalbar
Menanggapi kondisi tersebut, Krisantus menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi Kalbar akan mengambil langkah tegas untuk mengatur keberadaan perusahaan-perusahaan besar yang selama ini dianggap “beroperasi tanpa jejak lokal”.
“Saya tegaskan, di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Setiap perusahaan yang beroperasi di Kalbar wajib punya, dan atau membuka rekening di Kalbar,” katanya.
Kebijakan ini, menurut Krisantus, bertujuan untuk memastikan bahwa perputaran uang dari kegiatan ekonomi tidak hanya dinikmati di luar daerah, tetapi juga berdampak langsung bagi masyarakat Kalimantan Barat.
“Kami tidak anti-investasi. Tapi jangan jadikan Kalbar sebagai tempat mengeruk tanpa tanggung jawab,” pungkasnya.
Baca Cornelis: Dayak Harus Bergerak Rebut SDA dan Kehormatan di Borneo
Krisantus berharap perusahaan-perusahaan tidak hanya fokus pada keuntungan ekonomi, melainkan juga memperhatikan aspek sosial, budaya, dan lingkungan di wilayah tempat mereka beroperasi.
X-5/redaksi dayaktoday.com