Taman Bukit Cornelis, Ngabang: Pesona Kediaman "Gubernur Jenderal Dayak"

LANDAK POST : Taman Bukit Cornelis. Di mana gerangan?

Jangankan menginjakkan kaki. Dan menikmati tebar pesonanya. Mendengarnya pun, bisa jadi, ada di antara Pembaca yang belum.

Tak kalah megah dengan kediaman Gubernur Jenderal era Hindia Belanda di Batavia, Taman Bukit Cornelis ini ada di antara puncak keindahan kota Ngabang, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. 

Baca Landak

Di sana, sebuah bukit tertatak di atas pinggir kota. Dari kompleks Armed, persis di seberangnya saja. Adanya sebelah kanan.

Ini taman bukan tentang Cornelis yang hanya dikenal di kota Jatinegara, Jakarta Timur, yang begitu terpahat dalam sejarahnya dan diabadikan dengan namanya: Mester Cornelis.

Ini adalah cerita tentang Cornelis yang dikenal luas di seantero wilayah Kalimantan Barat. Ia seorang pria dari darah Kanayatn, yang lahir pada tanggal 27 Juli 1953, di tanah yang indah Sanggau, Kalimantan Barat. Ayahnya adalah seorang penegak hukum yang menjalankan tugasnya dengan penuh kejujuran. Maka, tak heran jika Cornelis dilahirkan di tempat di mana ayahnya bertugas, tempat yang menjadi saksi bisu perjuangan dan keadilan.

Awalnya, Cornelis meniti kariernya di birokrasi dan pemerintahan dari dasar yang paling bawah, yakni sebagai seorang juru-antar surat. 

"Saya memulai perjalanan saya sebagai seorang pesuruh di sebuah partai," begitu katanya dengan rendah hati.

Namun, seiring berjalannya waktu, dengan pengalaman yang datang dan pengetahuan yang ia peroleh dari kemandiriannya, Cornelis melanjutkan pendidikannya ke SMA Kapuas di Pontianak. Kemudian, ia melanjutkan pendidikannya lagi di APDN. Setelah berhasil menyelesaikan pendidikannya, ia mulai berkarier sebagai pegawai rendah di sebuah kecamatan. Karier gemilangnya kemudian menanjak dengan pesat, dan ia meraih jabatan Camat Menjalin (1989-1995) serta Menyuke (1998-1999).

Rumah kediaman Gubernur Jenderal Dayak

Taman Bukit Cornelis, mari kita berjalan bersama ke sana. Lahan hijau yang terbentang luas dengan ladang yang subur, menumbuhkan beragam sayuran yang mempesona. 

Di tanah Landak, tempat di mana upacara syukur yang mendalam, gawai Dayak yang tak terlupakan, Naik Dango, pertama kali dihelat. Nah, dua kecamatan ini adalah bagian dari Landak. Namun, bukit yang diberi nama Cornelis ini tidak muncul begitu saja, melainkan saat Cornelis mengemban tugas mulia sebagai Bupati Landak (2006-2008).

Baca artikel terkait Bupati Landak Masa Ke Masa

Cornelis, kini sebagai anggota DPR RI dari Dapil I Kalimantan Barat, anggota Komisi II. Dia meraih suara pendukung yang luar biasa, mencatatkan namanya sebagai nomor 2 terbanyak dari 10 besar dalam pemilu 2019 dengan mengumpulkan 285.797 suara.

Gaya bicara Cornelis yang oratorik, memikat. Komunikasinya efektif menjadi kunci keberhasilannya di Senayan di dalam memenangkan hati lawan maupun kawan. Sungguh mempesona hati banyak orang.

Baca Cornelis, Sang Pemimpin Yang Tertulis Dalam Hati Rakyat

Namun, ada hal yang jauh lebih menawan daripada semua prestasinya itu. Yakni Taman Bukit Cornelis itu sendiri. Marilah kita berkunjung ke sana, ke sebuah tempat yang dipenuhi dengan sawah yang menghijau, ladang yang subur, dan berbagai jenis tumbuhan yang hidup dengan gemilang. 

Di tanah Landak, tempat di mana upacara syukur yang megah, gawai Dayak yang legendaris, Naik Dango, pertama kali dilaksanakan. Di sini, Cornelis mengajarkan dengan teladan. Ia tidak hanya seorang pemimpin yang berbicara, tetapi ia juga bertani, berladang, bahkan berkebun. Ia merasakannya dengan segenap hati dan kegembiraan yang meluap-luap.

Landak, sebuah tempat yang dahulu dihuni oleh orang-orang Dayak, adalah sejarah yang sangat tua dan kaya. Anda dapat menemukan banyak rujukan kuno yang mengulas tentang tanah Landak dan Tayan. Salah satunya adalah karya Schadee (1979) Bijrage tot de Kennis van den Godsdienst der Dayaks van Landak en Tayan

Di zaman kolonial, para penulis selalu menjelajahi tanah Landak dan Tayan, mencoba memahami kepercayaan asli suku bangsa yang menjadi penduduk asli wilayah yang dilintasi oleh Sungai Landak.

Kini, wajah Landak telah berubah. Ia telah tumbuh menjadi sebuah kota yang mandiri, yang dipenuhi dengan perkantoran yang megah dan mewah. 

Kafe dan restoran tersebar di seluruh penjuru kota, menjadi tanda perkembangan ekonomi kreatif yang sedang bergeliat di salah satu kabupaten yang tak jauh dari pusat ibukota provinsi Kalimantan Barat, Pontianak. Tanahnya subur dengan kontur yang menantang, dengan bukit-bukit yang menawarkan pemandangan indah.

Jika Anda melakukan perjalanan dari Pontianak melalui jalan Sungai Pinyuh, Anda akan melewati jajaran bukit Sehak yang membelok-belok. Dahulu, banyak yang merasa pusing ketika melewati jalan-jalan berliku tersebut. Namun, sekarang jalan-jalan itu telah dibangun dengan baik dan lebar, tidak lagi terlalu curam. Di sekitarnya, terdapat banyak warung dan restoran yang menawarkan kenyamanan dan kelezatan.

Di Borneo, bangsa kolonial telah memberi nama rupa-bumi kita yang seharusnya mencerminkan budaya asli setempat. Misalnya, di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, sejumlah pegunungan diberi nama Pegunungan Muller (Müller) dan Pegunungan Schwaner, meskipun penduduk lokal telah berada di sana sejak zaman dahulu kala.

Di jantung kota Ngabang, sungai Landak mengalir membelah kota. Hanya beberapa langkah dari jembatan, ambillah jalan ke arah yang membawa ke Armed. Sekitar setengah kilometer dari sana, pandanglah ke atas, dan Anda akan menemukan jalan yang membawa Anda ke Taman Bukit Cornelis yang indah ini.

Baca Potensi Ekonomi Kreatif Kabupaten Landak

Mengapa tempat ini diberi nama Taman Bukit Cornelis? Karena Taman Bukit Cornelis adalah tempat luas yang memikat hati, sebuah tempat yang telah menjadi kediaman Cornelis. Dia adalah Gubernur Kalimantan Barat yang melayani selama dua periode dan saat ini adalah anggota DPR RI yang berdedikasi.

Namun, ada satu hal yang harus diingat: Cornelis tidak hanya membangun monumen fisik. Dia adalah seorang pencipta sejarah, sekaligus seorang arsitek peradaban. Ini adalah warisan yang akan terus dikenang dan dirayakan melalui berbagai generasi yang akan datang. 

Jadi, dalam konteks peradaban dan warisan budaya, Taman Bukit Cornelis adalah sesuatu yang tak kalah pentingnya daripada, katakanlah, Borobudur.

Cornelis pernah mengungkapkan, "Siapa lagi yang akan menghargai kita jika bukan diri kita sendiri? Saya memberi nama kawasan ini sesuai dengan namaku karena itulah kenyataannya. Ini adalah bagian dari identitas kami, bukan sekadar pencapaian yang harus diakui oleh orang lain. Kami tidak butuh pengakuan, kami adalah pemilik yang akan mewarisi warisan ini."

Ada filosofi yang dalam terkandung dalam penamaan tempat ini. Di era ini, sudah saatnya nama-nama gunung, bukit, sungai, lembah, ngarai, dan jalan-jalan di Kalimantan menggunakan nama-nama yang merujuk pada budaya lokal. 

Nama-nama yang mencerminkan identitas penduduk asli, suku, dan budaya, bukan lagi menggunakan nama-nama dari luar yang seolah-olah membuat penduduk asli menjadi orang asing di tanahnya sendiri. Hal ini juga memiliki implikasi politis yang mendalam.

Cornelis tidak hanya membangun monumen, dia sedang menulis sejarah. Dia sedang membentuk peradaban yang akan diingat dan diwariskan selama berabad-abad, melintasi generasi-generasi. Sebagai Presiden Majelis Adat Dayak Nasional (MADN), Cornelis mulai memperkenalkan dan mencanangkan penggunaan nama-nama setempat untuk jalan-jalan, bandara, dan jembatan. Tidaklah mudah, terutama ketika budaya tertentu masih mendominasi. Nama-nama tersebut biasanya diimpor dari luar.

Di Borneo, banyak hal yang demikian. Bangsa kolonial telah memberi nama pada tempat-tempat yang seharusnya mencerminkan budaya asli. Misalnya, di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, sejumlah pegunungan diberi nama Pegunungan Muller (Müller) dan Pegunungan Schwaner, meskipun penduduk lokal telah berada di sana sejak zaman dahulu kala.

Demikian pula, banyak nama botani menggunakan nama-nama orang asing yang memperkenalkan tumbuhan-tumbuhan tersebut, bukan yang pertama kali menemukannya. 

Cornelis mulai mengubah hal ini dengan memperkenalkan nama-nama setempat untuk jalan, bandara, dan jembatan. Ia memberikan teladan dengan tindakan nyata, memotivasi, dan menginspirasi orang lain. Ia tidak hanya memberi perintah, melainkan ia turut serta dalam perubahan tersebut, sehingga perubahan dimulai dari dirinya sendiri.

Contoh yang nyata adalah Jembatan Tayan, Kalimantan Barat, yang diberi nama "Pak Kasih." 

Cornelis menjelaskan, "Saya membangun jembatan ini saat menjabat sebagai Gubernur Kalbar. Saya mencari investor dengan tekun. Saya memiliki hubungan baik dengan Pemerintah Pusat, sehingga saya berpikir bahwa kita tidak boleh melawan Pusat, tetapi kita harus bekerja sama dengan mereka."

"Ibu kota Jakarta adalah Pusat, dan kita harus menjaga hubungan yang baik dengan Pusat. Saya melakukan presentasi dan meyakinkan investor dengan berbicara langsung dengan mereka di luar negeri. 

Oleh karena itu, jembatan ini saya dedikasikan untuk bangsa, terutama masyarakat setempat. Seperti kata pepatah bijak, 'jangan bangun tembok, bangunlah jembatan!'. Saya ingin menghubungkan berbagai kepentingan dan menyatukan perbedaan dengan adanya jembatan lintas Kapuas, yang membuka akses ke Kabupaten Ketapang dan provinsi Kalimantan Tengah."

Inilah sosok pemimpin yang memiliki visi untuk mengubah wilayahnya, dan ia memulai perubahan tersebut dengan menghormati dan mempromosikan tokoh-tokoh lokal yang masih jarang dikenal. Tindakan ini tidak hanya menciptakan perubahan fisik, tetapi juga menciptakan perubahan dalam cara kita melihat dan mengakui identitas lokal dan budaya. 

Cornelis membawa daya tarik yang tak terbantahkan. Memikat sekaligus mengikat hati kita untuk mencintai dan menghargai warisan lokal yang kaya akan makna yang dibalut dengan keindahan. 

Tempat pesta-rakyat di HUT Cornelis ke-70

Di "Ambtswoning van de Gouverneur-Generaal van de Dayak" ini, perayaan ulang tahun ke-70 Pak Uda' digelar dengan pesta rakyat meriah. 

Acara yang dihadiri oleh lebih dari 6.000 warga ini merupakan sebuah perayaan luar biasa yang dirayakan pada tanggal 27 Juli 2003. Ulang tahun ke-70 seorang tokoh terkemuka yang pernah menjabat sebagai Gubernur Kalimantan Barat dari tahun 2008 hingga 2018.

Perayaan ulang tahun yang istimewa ini menjadi perhatian khusus karena tokoh ini, yang saat ini adalah anggota DPR-RI Komisi II Kalimantan Barat, masih tetap memiliki semangat dan energi yang luar biasa, serta aktif dalam berbagai aktivitas.

Perayaan ulang tahun ini ditandai dengan penyelenggaraan Misa Syukur. Misa ini dipimpin oleh Uskup Agung Pontianak, Mgr. Agustinus Agus, sebagai konselebran utama, dan didampingi oleh 8 imam lainnya. Misa Syukur ini diadakan di kediaman mereka yang terletak di Taman Bukit Cornelis, Ngabang, Kabupaten Landak, pada sore hari tanggal 27 Juli 2023.

Yang istimewa adalah bahwa Misa Syukur ini tidak hanya dihadiri oleh lebih dari 7.000 umat Katolik dari berbagai penjuru, termasuk tidak hanya dari Kalimantan Barat tetapi juga dari luar pulau dan bahkan dari negara-negara lain. 

Perayaan HUT ke-70 Cornelis merupakan ungkapan syukur. Sekaligus penghargaan keluarga-nti dan handai tolan yang luar biasa istimewa bagi sosok yang telah berkontribusi secara signifikan dalam kepemimpinan sosok tegas tapi baik hati  melayani masyarakat Kalimantan Barat dengan penuh cinta dan dedikasi. (Rangkaya Bada)

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url